Tradisi Lebaran yang Tidak Boleh Dilewatkan

Ilustrasi Tradisi Lebaran. Foto: Pinterest.

Tradisi mudik pada hari Lebaran merupakan fenomena unik yang lahir dari kebudayaan masyarakat Indonesia bertahun-tahun lamanya, khususnya bagi para pendatang di Ibu Kota yang pulang menuju kampung halamannya. Tradisi ini bukan hanya sekedar perjalanan pulang kampung dan berlibur dari aktivitas pekerjaan yang melelahkan. Lebih dari itu, tradisi ini menjadi simbol kebersamaan, kebahagiaan, dan silaturahmi antar keluarga dan saudara. Kegembiraan dan kebahagiaan yang dirasakan ketika berkumpul dengan keluarga di kampung halaman, saling bermaaf-maafan, dan merayakan Lebaran bersama-sama, membuat tradisi ini menjadi sangat istimewa.

Tradisi mudik dalam perayaan Lebaran merupakan kebiasaan yang sudah berlangsung sejak zaman dahulu di Indonesia. Berdasarkan penelurusan jejak historis, tradisi mudik ini berkaitan dengan perkembangan kegiatan perdagangan dan pertanian di Indonesia. Pada masa itu, kegiatan perdagangan dan pertanian menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat. Selama periode tertentu, seperti pada musim panen atau kegiatan perdagangan tertentu, masyarakat yang bekerja di kota-kota besar akan memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya.

Seiring berjalannya waktu, tradisi mudik mulai dipengaruhi oleh faktor agama. Pada masa penjajahan Belanda, para pekerja dan pegawai pemerintah Belanda sering melakukan perjalanan ke tempat kelahiran mereka selama liburan Natal dan Paskah. Kebiasaan ini kemudian diadopsi oleh masyarakat Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim dalam rangka merayakan semarak lebaran.

Tradisi mudik menjadi momentum yang tepat untuk berkumpul dan bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas yang menyenangkan. Banyak dari pemudik yang telah merencanakan agenda selama pulang kampung, seperti mengadakan acara arisan, bermain dan berolahraga bersama, serta memperkenalkan keluarga yang sudah lama tidak bertemu. Selain itu, di kampung halaman biasanya terdapat berbagai macam makanan khas yang hanya bisa dinikmati pada saat Lebaran, seperti ketupat, opor ayam, rendang, dan kue-kue tradisional. Semua itu menjadi alasan mengapa tradisi mudik pada hari Lebaran tidak boleh dilewatkan.

Bagi Bapak Heri, tradisi mudik pada hari Lebaran adalah momen yang paling dinantikan setiap tahunnya. Sejak dia masih kecil, Bapak Heri sudah terbiasa melakukan perjalanan jauh dari kota tempat tinggalnya ke kampung halaman orangtuanya di Jawa Barat. Meskipun perjalanan mudik sering kali memakan waktu yang lama dan melelahkan, Bapak Heri merasa bahwa semua itu sebanding dengan kebahagiaan dan kenangan yang bisa dibuat bersama keluarga di kampung halaman. Menurutnya, momen-momen seperti berbuka puasa dan sahur bersama, salat tarawih di masjid desa, dan berkumpul dengan kerabat yang sudah lama tidak bertemu adalah momen yang tak ternilai harganya.

Selain itu, Bapak Heri juga merasa bahwa tradisi mudik membantu memperkuat ikatan kekeluargaan dan silaturahmi antar keluarga yang terkadang jarang bertemu. "Selama di kampung halaman, saya bisa bertemu dengan sepupu, bibi, dan pamanku yang sudah lama tidak saya temui. Kami bisa bercerita tentang kabar-kabar terbaru dan mengenang masa kecil kami bersama-sama," ujarnya.

Meskipun pada tahun-tahun terakhir, tradisi mudik menjadi lebih sulit dilakukan karena kendala transportasi dan pandemi Covid-19, Bapak Heri tetap berusaha untuk tetap merayakan Lebaran bersama keluarga di kampung halaman. "Meskipun harus melalui beberapa kendala, saya tetap merasa bahwa tradisi mudik pada hari Lebaran ini sangat penting untuk menjaga silaturahmi dan kebersamaan keluarga," kata Bapak Heri.

Bagi sebagian orang, tradisi mudik pada hari Lebaran mungkin dianggap sebagai momen paling dinantikan setiap tahunnya. Namun, bagi sebagian yang lain, tradisi mudik justru dianggap sebagai momok yang menakutkan. Selain harus menyiapkan segala keperluan dan biaya yang tidak sedikit, mereka juga harus menghadapi kemacetan lalu lintas yang tak jarang membuat perjalanan menjadi terasa berkepanjangan. Harga tiket transportasi juga mengalami lonjakan dua kali lipat menjelang momen Idul Fitri. Sebagaimana yang dialami oleh Ibu Rosmiati, wanita yang bekerja sebagai buruh pabrik ini mengaku memilih untuk tinggal di Jakarta dibandingkan mudik ke kampung halamannya yang berada di Kota Lampung.

“Daripada repot-repot pulang kampung, lebih baik saja tinggal di Jakarta dan menikmati kebersamaan bersama suami saya. Kami bisa menghubungi orang tua kami melalui handphone. Tidak perlu menunggu berjam-jam di stasiun atau terminal, tidak perlu merasa kelelahan saat terjebak dalam kemacetan yang panjang, dan tentunya tidak perlu mengeluarkan biaya yang cukup besar untuk membayar tiket transportasi”. Ujar Ibu Rosmiati.

Ibu Rosmiati mengatakan bahwa ia bisa menikmati suasana kota yang tenang karena banyak orang yang pergi mudik. Banyak restoran dan tempat wisata yang buka, sehingga ia bisa merayakan Lebaran dengan cara yang lebih santai dan lebih hemat. Daripada harus bersusah payah melakukan perjalanan jauh ke kampung halaman, lebih baik tinggal di Jakarta dan merayakan Lebaran dengan keluarga di sana.

Tapi, tentu saja pandangan ini hanya berlaku untuk mereka yang tidak memiliki ikatan emosional yang kuat dengan kampung halaman. Bagi mereka yang merindukan kebersamaan dengan keluarga di kampung halaman dan ingin menciptakan kenangan indah bersama mereka, tradisi mudik pada hari Lebaran tetap menjadi momen yang tidak boleh dilewatkan. Meskipun harus menghadapi segala kendala dan hambatan, kebahagiaan dan kebersamaan bersama keluarga tentunya tak ternilai harganya.

Mudik dan lebaran merupakan dua momentum yang tidak bisa dipisahkan. Fenomena ini menjadi sebuah tradisi yang mampu menambah khazanah dan karakter bangsa Indonesia. Sebagai negara dengan penduduk mayoritas muslim, tentu menjadikan agenda mudik sebagai salah satu nilai yang melekat erat bahkan bagi penduduk non-muslim. Mereka ikut menyemarakkan momentum mudik untuk rehat dari aktivitas pekerjaan yang melelahkan.

Post a Comment

Previous Post Next Post